Selasa, 11 April 2017

Partner in crime

Morning

Terinsipirasi dari kalimat "dia itu cocoknya jadi partner in crime, bukan partner in life".

Minggu lalu saya menghadiri pernikahan sahabat dekat saya. Sejak tau dia akhirnya melamar seseorang, sejak itu muncul perasaan aneh di hati saya. Perasaan suka? Diam-diam cinta? Bukan.. bukan seperti itu. Perasaan tak rela kalau dia justru memilih wanita yang (menurut kami -saya dan D-) begajulan, aneh, bicara kasar, bahkan didepan lelaki pun pakaiannya serampangan meski berjilbab.

Ya.. perasaan kecewa, marah, dan gak rela. Semua membaur dibalut rasa haru. Saya terharu karena sahabat saya akhirnya menemukan wanita yang ia beri nama 'my dream girl' di kontak Smartphone nya.

WHAT? Is it right? You sure? Why her ?? Are you kidding me? Are you crazy?
Itu kalimat2 yang menyeruak di pikiran saya saat pertama kali tau dia memilih wanita itu.

Bagaimana saya dan D tidak merasa se-tidak rela begini. Karena di mata saya dan D, sahabat kami adalah laki2 idaman. Bahkan kalo saya bukan temennya, saya naksir sm dia. Solatnya dijaga, ngajinya bagus, suara bacaan Alquran pun enak didengar, pekerjaan mapan, rumah, mobil, tanah, sayang orang tua dan adik2nya. He's perfect.

Dan perempuan itu sangat beruntung bisa dapetin sahabat saya. Perempuan yang di mata saya sangat 'apaan banget sih ini cewe'. Feeling so bad lah kalo sm itu orang. Maybe cause saya kenal Dr jaman SMA. Bahkan sekelas selama 2th. Saya tau lah dia seperti apa. Saya pikir setelah sekian lama dia berubah, ternyata dari yang terakhir saya tau kabarnya, dia masih seperti itu. Masih sama saja.

Ketika ijab Kabul saya gak bisa menahan air mata. Saya menangis -tapi tetep jagain makeup supaya ga ikut hancur kaya hati saya- ..
Saya merasa 'ya Allah.. jagain dia. Jangan sampai hancur. Seperti kami yang selama ini saling menjaga. Jagalah saudaraku'.

Tadi malam si perempuan menyebarkan undangan melalui grup SMA. Banyak yang gak percaya. Saya malas menanggapi. Lalu ada pesan dari D. Kami sama2 marah2 , masih tidak rela, masih kesal melihat undangan itu. Tapi kami tetap sepakat datang,dengan catatan kami memakai baju bernuansa hitam. Tanda berkabung.

Muncul kalimat dari temen sekelas kami yang lain.  'kok bisa ya mereka. Kalian ga ngasih tau apa gimana kelakuannya. Sahabat macam apa kalian. Dia itu cocoknya jadi partner in crime. Bukan partner in life'.

Semua udah takdirNya. Yang ada dipikiran saya sekarang, pasti ada alasan kenapa Allah menakdirkan Perempuan itu jadi jodoh sahabat saya. Hal yang kita gak tau. Hal yang luput dari pandangan manusia. Simple nya, Allah memberikan dia jodoh seperti sahabat saya, agar dia menjadi wanita yang lebih terarah, tau sopan sopan santun, dan lebih memperbaiki diri.

Selamat menempuh yang harus ditempuh
Semoga gak sekedar semoga
Silakan berbahagia..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar