Sabtu, 22 November 2014

Ini bukan soal berapa banyak uang yang sudah dikeluarkan. Ini soal bagaimana seseorang  menyikapi pasangannya yang sedang tidak tenang dan rapuh.

1. Sore ini kamu bilang mauku terlalu banyak
Aku perlu menjawab ini. Sebarapa banyak keinginan yang kusebut dan yang berhasil kau wujudkan? Kalaupun kusebut apa yang kuinginkan, aku tidak pernah sekalipun bilang, "kamu harus beliin aku ini. Nanti kamu harus begitu, kamu wajib nurut.. bla.. bla..".
aku selalu tau takaran kemauanku. Aku tidak pernah ingin kemauanku memberatkanmu. Untuk itu semua yang kuinginkan, kuusahakan sendiri. Karena aku tau, kamu akan sulit mewujudkan keinginan itu. Lagi pula, apa yang memberatkan? Pernahkah aku meminta dibelikan sepatu mahal? Pernahkah aku sungguh2 merongrong minta dibelikan tas mewah? Makan di resto? Atau segala kegiatan yang memaksamu mengeluarkan uang lebih?

Untuk nanti ketika kita (mungkin) menikah..
apa aku sungguh2 memintamu menikahiku di gedung, menyewa apartemen untuk malam pertama, bulan madu di pulau lombok dan sebagainya? Jika iya, semua kufikirkan sendiri.. aku aan membantumu untuk itu. Aku tidak tinggal diam membiarkanmu berjuang sendiri. Bahkan aku ingin membuatnya sebagai kado pernikahan untukmu. Berlibur bersama mu, pasca menikah, dengan uang hasil keringatku..

Untuk masa depan, setelah kita (mungkin) menikah..
apa aku sungguh memintamu membelikan rumah mewah, mobil, perabotan mahal. Aku hanya memintamu serius membelikan kita tempat tinggal. Tidak perlu mewah, dulu juga orang tuaku tinggal di rumah sederhana. Semua harus dari nol.. aku tau.. setelah menikah, bukan semerta2 langsung punya hidup mewah, enak, harta sana sini. Justru itu saat2 sulit dimana kita harus bijak dan mandiri lepas dari orang tua. Itu sebabnya aku akan ttap berkerja. Membantumu kelak. Tidak membiarkanmu lelah sendiri menafkahiku.


2. Kamu bilang, kamu sulit mengikutiku atau setara denganku
aku tidak memintamu untuk setara denganku. Kamu juga tidak perlu mengikuti semua mauku. Asal kamu tau, dengan kamu bisa berdiri sendiri di kakimu, tanpa bantuanku, itulah hal yang paling aku tunggu. Setiap bulan, aku tidak berharap kamu membelikanku ini itu. Sudah.. simpan sendiri, untukmu, untuk ibumu. Ibumu jauh lebih butuh itu.
Tidak perlu tiba2 memberi kejutan ngajak nonton, tiba2 beli baju, atau lain2. Sudah simpan saja. Kebutuhan operasional sehari2 lebih penting.

Sebagai perempuan.. wajar kalau sewaktu2 aku iri dengan pasangan lain yang jalan ke mall, sekali2 menonton bioskop. Iya wajar kan? Itu sebabnya.. gimana caranya agar supaya aku bisa bersama mu menonton bioskop. Menghitung semua pengeluaran.

3. Kamu bilan soal, "ceban"
bukan ini bukan soal ceban. Seperti tulisan pertama. Ini soal bagaimana seseorang menyikapi pasangan yang sedang merasa tidak tenang. Pertanyaannya.. kenapa setiap bicara masalah uang, kamu selalu marah dan balik menyalahkanku. Membalik seolah2 aku tidak ikhlas, seolah2 tidak tulus, seolah2 aku yang salah. Taukah kamu betapa semrawutnya aku sejak semalam ksrena persoalan itu. Kalau memang katamu, kamu mau mengembalikan, segera tenangkan aku sejak pertama aku diam. Bukan menyuruhku menerka2 basa basi ajakan jalanmu, ajakan ketemuan, ajakan bla bla bla ...
kenapa selalu marah dan balik menyalahkan?
jawabanmu tidak membuatku tenang. Justru membuatku harus balik menenangkanmu. Karena kamu bersikap seperti kamu orang paling tidak beruntung di dunia.



4. ....diputusin....
nah dari semua yang diungkapkan, endingnya diputusin.
Ya terserah persepsinya apa. Aku sudah berusaha sekuat aku. Aku bertahan sekuat yang bisa kulakukan. Tapi ketika aku rapuh, ku harap dapat jawaban memuaskan. Bukan malah diinjak, tidak dihargai, dibilang bla bla bla ...

5. Kamu bilang, menikah denganku memakan waktu


Cukuplah....
kita sama2 berusaha
hasilnya mungkin hanya segini
Berhenti adalah pilihan terbaik
Seperti yang kamu mau...
ya... kita selesai...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar